Jakarta (19/11) – Anggota DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto, menilai masa sidang Badan Legislasi terkait penyusunan prolegnas prioritas 2021 adalah saat yang tepat untuk merevisi UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Menurut Mulyanto, setelah Pemerintah mencabut pasal-pasal terkait Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) sebagai pengganti SKK Migas dalam RUU Cipta Kerja, maka revisi UU No. 22/2001 tentang Migas menjadi penting untuk segera dilakukan dalam rangka menindaklanjuti keputusan MK pada tahun 2012 terkait kelembagaan Badan Pelaksana Hulu Migas.
“Bila Baleg membolehkan Komisi VII siap mengajukan Revisi UU Migas untuk Prolegnas Prioritas tahun 2021,” ujar Mulyanto dalam Rapat Penja Prolegnas 2021, Selasa (17/11)
Mulyanto mengaku sudah berkomunikasi dengan Ketua Komisi VII DPR RI terkait kesiapan ini. Bahkan, katanya, di internal Komisi VII sudah ada kesepakatan tidak tertulis untuk memasukkan revisi UU No. 22/2001 ini dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021 sebagai RUU inisiatif DPR RI.
“Sejak Badan Pelaksana Hulu Migas yang diatur dalam UU UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dibatalkan melalui keputusan MK pada tahun 2012, maka praktis pelaksana kuasa pertambangan migas dijalankan oleh Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas yang bersifat sementara.
Kelembagaan ini jelas tidak ideal karena selain bersifat sementara, hanya berupa satuan kerja di dalam Kementerian ESDM, lembaga ini juga hanya memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan. SKK Migas tidak memiliki fungsi pengelolaan dan pengusahaan. Dan ini sudah berlangsung lebih dari 8 tahun. Waktu yang tidak pendek,” jelas Mulyanto.
Karena itu menurut Mulyanto, semestinya Pemerintah sudah menyiapkan konsep kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas dengan matang sebagai tindak lanjut dari keputusan MK tersebut, sehingga pembangunan di sektor hulu migas benar-benar dapat dilaksanakan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Mulyanto menambahkan, PKS menginginkan kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas atau BUMN-Khusus ini, sesuai amanat MK, dapat menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan, sebagaimana sekarang dilaksanakan SKK Migas serta ditambah fungsi pengelolaan dan pengusahaan sektor hulu migas.
“Jadi BUMN Khusus ini berfungsi sebagai “regulator” sekaligus “doers” (pelaksana) di sektor hulu migas. Tujuannya, agar Pemerintah sebagai representasi dari Negara dan pemegang kuasa pertambangan migas, mengelola secara langsung sektor hulu migas ini demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
Dengan kelembagaan yang terbatas seperti sekarang ini, kita pesimis target lifting minyak 1 juta barel per hari dapat terwujud,” imbuh Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Mulyanto mengungkapkan BUMN-Khusus ini sebaiknya hanya khusus menangani sektor hulu migas. Sementara di sektor hilir sudah ada BPH Migas sebagai regulator dan PT Pertamina (Persero) sebagai pelaksana (doers).
“Pertamina sebagai BUMN yang juga bergerak di sektor hulu migas, tetap eksis dan mendapat previlege dalam usaha hulu migas tersebut,” kata Mulyanto.