UU Perlu Semakin Berkualitas

Jakarta, (5/11) – Presiden Jokowi dalam Sambutannya pada Pembekalan Anggota DPR/DPD di Lemhannas RI menilai, bahwa kita sudah kebanyakan UU dan terjadi tumpang-tindih regulasi, sehingga menghambat perizinan usaha. Presiden juga mengusulkan agar indikator kinerja DPR bukanlah sekedar jumlah UU yang dihasilkan, tetapi sejauh mana UU yang disahkan dapat mensejahterakan rakyat. Hal ini juga ditegaskan kembali oleh Presiden pada saat pidato awal pelantikannya akhir oktober lalu.

Artinya DPR perlu mempertajam target kualitas UU yang dihasilkan ketimbang indikator kuantitas.

Mulyanto, yang Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, setuju dengan gagasan Presiden tersebut. “Itu ide yang baik. Kita harus mendahulukan kualitas ketimbang kuantitas, apalagi DPR sedang menyusun Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024”, tambahnya.

“Sepengetahuan saya DPR memang bekerja dengan basis berpikir seperti itu, yakni logika seleksi dan prioritisasi”, ujarnya.

“Pertama, berbagai ide tentang substansi UU dijaring untuk kemudian disaring, baik RUU yang datang dari aspirasi masyarakat melalui inisiatif DPR ataupun melalui usul Pemerintah”, tambah anggota Baleg ini.
“Jadi ada dua jalur masuk usul inisiatif RUU, yakni dari DPR dan Pemerintah. Tanpa proses seleksi tersebut, tentu jumlah usulan RUU ini akan membludak”, tegasnya.

Menurut Mulyanto, untuk itu selain DPR, maka Pemerintah juga perlu selektif dalam pengusulan RUU. Jangan, regulasi yang cukup sebagai Peraturan Pemerintah dipaksakan menjadi UU. Arogansi sektoral perlu terus dikurangi, agar Kementerian tidak terlalu “bersemangat” untuk menguatkan kelembagaan dirinya melalui regulasi apalagi melalui UU.

“Lalu, kedua, hasil saringan atas RUU yang masuk di atas, dilakukan prioritisasi dalam Prolegnas (program legislasi nasional), baik dalam bingkai jangka menengah 5 tahunan, atau jangka pendek, prioritas tahunan”, tambah Mulyanto, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Sesmen Kemenristek.

Menurut Mulyanto, logika seleksi dan prioritisasi ini menjadi vital sebagai dasar kerja DPR. Mengingat, dalam prakteknya kapasitas DPR dalam menuntaskan RUU juga terbatas.

Belum lagi dalam Konstitusi ditegaskan, bahwa meski DPR memegang kekuasaan membentuk UU, namun setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

“Jadi, sebenarnya tugas menuntaskan UU ini adalah tanggung-jawab bersama DPR dan Presiden, bukan hanya tugas lembaga legislatif ini”, pungkasnya.

“Data pengalaman tahun 2014-2019 memperlihatkan, bahwa rata-rata UU yang mampu disahkan DPR sekitar 7 UU/tahun. Dalam 5 tahun DPR hanya mampu menyelesaikan 37 UU. Sementara jumlah RUU dalam Prolegnas jangka menengah terdapat sebanyak 189 RUU”, tambahnya.

Total Views: 295 ,
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Print

|| RILIS TERBARU

© Copyrights DR. H. Mulyanto, M.Eng