Jakarta (17/11) – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, kritik sikap Pemerintah yang terkesan ambigu dalam merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Satu sisi ingin pemanfaatan sumber energi nuklir dimaksimalkan tapi di sisi lain Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) malah dibubarkan.
Dengan sikap seperti itu Mulyanto pesimistis Pemerintah dapat mewujudkan target membangun PLTN pada tahun 2032. Pemerintah terkesan tidak paham tahapan strategis dalam membangun infrastruktur pengembangan dan pengelolaan nuklir.
“Secara umum saya menyambut baik rencana Pemerintah yang ingin membangun PLTN sebagai pembangkit listrik alternatif untuk menekan emisi karbon. Tapi saya lihat cara dan tahap perencanaannya bermasalah.
Pemerintah ingin bangun PLTN tapi BATAN sebagai lembaga yang berwenang mengatur segala hal terkait ketenaganukliran malah dibubarkan. Hal ini bukan saja melanggar UU tapi juga membuat lemah fungsi pemanfaatan ketenaganukliran dalam pembangunan PLTN,” kata Mulyanto merespons pernyataan Dirjen Ketenagalistrikan KESDM, yang akan mengintroduksi pembangkit nuklir (PLTN) pada tahun 2032.
Karena itu Mulyanto minta Pemerintah mengaktifkan kembali BATAN sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang.
“Kalau Pemerintah serius go nuclear harusnya BATAN ini segera dihidupkan kembali dan dikokohkan fungsinya. Bukan malah dibubarkan,” terang Mulyanto.
Sebelumnya, dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Gatrik, Dirjen EBTKE dan Dirut PLN, Rabu (15/11/2023) tentang draft revisi Rencana Umum Pengusahaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033, Pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukan pembangunan PLTN sebagai salah satu cara pemanfaatan EBET untuk mengurangi keberadaan PLTU.
Dari beberapa opsi PLTN menjadi pilihan utama dalam pengembangan EBET. Karena sifat EBET yang intermiten fluktuatif bergantung kondisi panas matahari dan kecepatan angin, maka untuk operasi base load (beban dasar) yang besar, hanya mungkin ditutupi dari sumber PLTA atau PLTN.
Terkait hal tersebut Mulyanto minta Pemerintah membuat rencana kerja pembangunan PLTN yang realistis. Mengingat tahun 2032 itu sebentar lagi maka Pemerintah didesak untuk segera membentuk NEPIO (nuclear energy power implementing organization) sebagai lembaga pendamping dalam pembangunan PLTN pertama di Indonesia, sesuai syarat IAEA (badan tenaga nuklir dunia). Selain itu Pemerintah perlu mengisi Anggota Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN).
Sebelumnya diinformasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Indonesia akan mulai mengembangkan energi nuklir secara komersial mulai tahun 2032. Pemanfaatan energi nuklir itu akan ditingkatkan sampai 9 Giga Watt (GW) hingga tahun 2060 mendatang.