Jakarta (22/9) – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengapresiasi sikap kritis peneliti BRIN terhadap kasus dugaan penyalagunaan data intelijen oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, sudah seharusnya peneliti BRIN bersikap independen dan objektif melaksanakan tugas.
Insan peneliti harus bisa menjaga jarak terhadap kekuasaan agar tidak bias dalam menyampaikan pandangan dan hasil riset yang dilakukan. Dengan demikian akan kembali menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
“Lembaga ilmiah memang seharusnya demikian, independen dan obyektif, serta tidak menjadi alat kekuasaan. Sudah waktunya BRIN kembali ke khittoh menjadi sebuah lembaga riset yang profesional.
Kalau sikap ini dijalankan, maka wibawa dan peran lembaga ilmiah sebagai penjaga nalar masyarakat akan meningkat. Publik pun akan semakin percaya,” kata Mulyanto.
Mulyanto menilai, di tahun politik ini sikap netral peneliti BRIN sangat diperlukan. Sebagai institusi negara BRIN dan para peneliti harus tetal netral dan objektif dalam menjalankan tugas.
Sebelumnya diberitakan, Koordinator Klaster Riset Konflik Pertahanan dan Keamanan BRIN, Muhamad Haripin menyatakan pengakuan Jokowi yang punya data intelijen semua partai mengindikasikan adanya penyalagunaan kekuasaan.
Menurutnya, Jokowi telah mempolitisasi lembaga intelijen untuk kepentingan kekuasaan. Hal ini bertentangan dengan UU dan harus ada penanangan dari institusi pengawas intelijen.
Ia mengutip UU No 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang menyebutkan bahwa hakikat intelijen negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. Karena itu semua pekerjaan intelijen harus dirancang untuk kepentingan yang lebih luas dan bukan untuk kepentingan kekuasaan apalagi partai politik tertentu.
“Saya setuju dengan analisis politik peneliti BRIN di atas. Memang sudah seharusnya data-data intelejen terkait parpol tidak dipegang kekuasaan, apalagi digunakan untuk menekan, mengintimidasi ataupun mengintervensi berbagai kebijakan internal parpol,” ujar Mulyanto.
Ia menambahkan, di alam Indonesia yang semakin demokratis, biarlah parpol semakin mandiri, moderen dan dewasa mengelola dirinya sendiri, termasuk mengambil keputusan-keputusan strategis terkait sikapnya terhadap kaderisasi kepemimpinan nasional. Kekuasaan tidak boleh mendikte dan mengintervensi parpol.
“Parpol sebagai soko guru demokrasi harus didorong semakin matang sehingga Indonesia menjadi semakin stabil dalam menyosong masa depannya,” tegasnya.