Terkait Perpanjangan Izin Freeport, DPR: Pemerintah Jangan Kejar Tayang

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menolak rencana Pemerintah memberi karpet merah bagi pembaruan izin usaha pertambangan (IUP) PT. Freeport Indonesia (PTFI) sampai tahun 2061 melalui revisi PP No.69 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“IUP untuk PTFI ini kan baru akan berakhir tahun 2041, sementara amanat UU paling cepat izin perpanjangan baru bisa diajukan lima tahun sebelum izin berakhir yakni tahun 2036. Jadi masih lama sekali,” katanya.

“Serahkan saja pada pemerintahan yang baru. Tidak harus kejar tayang”, tambahnya.

Menurut Mulyanto revisi PP tersebut hanya akal-akalan Pemerintah untuk mengamankan kepentingan pihak PTFI, karena pembaruan izin tambangnya belum bisa diproses sesuai regulasi yang ada.

“Saya mencurigai rencana revisi PP minerba ini untuk mengakomodasi permintaan PTFI yang kelihatan begitu bernafsu untuk bisa memperbarui IUP mereka meskipun dari sisi waktu tidak memenuhi regulasi yang ada,” kata Mulyanto.

Mulyanto menyebut ide melakukan revisi PP tersebut tidak elegan kalau hanya untuk mengamankan kepentingan PTFI atau sekedar kejar tayang di akhir masa Pemerintahan Presiden Jokowi. Ini akan merusak tatanan sistem pengelolaan minerba nasional secara jangka panjang.

Karena itu ia mendesak Komisi VII DPR RI untuk memanggil Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk mengkonfirmasi dan menjelaskan rasionalitas rencana Menteri Investasi tersebut.

Menurut Mulyanto tidak ada urgensi untuk buru-buru memberikan izin perpanjangan kepada PTFI, apalagi dengan mengubah PP yang ada. Ia minta Jokowi menyerahkan masalah perpanjangan izin ini pada pemerintahan yang akan datang agar lebih obyektif.

“Ini jadinya terkesan Pemerintah ngebet ingin kejar tayang di akhir masa jabatannya,” sindir Mulyanto.

Mulyanto menambahkan hal penting yang perlu dilakukan justru adalah mengevaluasi kinerja PTFI ini sebelum mereka mengajukan pembaruan izin.

“PTFI tidak layak diberi perpanjangan izin karena kinerja selama ini kurang baik. Buktinya jadwal pembangunan smelter molor terus lebih dari delapan kali. Harusnya Pemerintah lebih berhati-hati memberikan perpanjangan izin bukan malah mempermudahnya,” tandas Mulyanto.

“Gara-gara PTFI Pemerintah mengamandemen UU No. 4/2009 tentang Minerba. Dan nahasnya, setelah diubah, tetap saja UU No. 3/2020 tentang Minerba yang baru dilanggar kembali,” tambahnya.

Mulyanto menambahkan, UU Minerba yang baru mengamanatkan agar smelter PTFI harus sudah jadi bulan Juni 2023 dan sejak itu berlaku pelarangan ekspor konsentrat.
Tapi faktanya ekspor konsentrat tetap diizinkan sampai Desember 2023, bahkan ditambah 6 bulan lagi sampai Mei 2024.

“Ditengarai smelter PTFI ini juga belum optimal di bulan Mei 2024, sehingga perlu relaksasi ekspor konsentrat lagi,” tambah Mulyanto.

“Masak Pemerintah menutup mata dengan kinerja belepotan seperti ini, bahkan rela mengubah PP untuk sekedar memberi karpet merah bagi PTFI memperpanjang izin tambang mereka. Ini kan kebangetan,” tandas Mulyanto.

“Artinya Pemerintah tidak punya marwah dan wibawa, terkesan didikte oleh pihak PTFI untuk melanggar regulasi yang ada. Ini contoh yang tidak baik, betapa mudahnya regulasi yang ada dipermainkan oleh perusahaan,” ujar Mulyanto.

Menurutnya yang perlu digesa adalah kinerja PTFI agar mereka segera merampungkan pembangunan dan mengoperasikan smelternya, serta mencabut relaksasi ekspor konsentrat tembaga sesuai perintah UU Minerba.

Total Views: 5044 ,
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Print

|| RILIS TERBARU

© Copyrights DR. H. Mulyanto, M.Eng