Jakarta (29/12) – Selama tahun 2020 kinerja Pemerintah dalam pembangunan sektor riset, inovasi dan teknologi dinilai anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, masih jauh dari harapan. Peran Kemenristek sebagai regulator dan koordinator terciptanya produk-produk inovasi masih kurang terasa.
Menurut Mulyanto terdapat beberapa catatan kinerja Kemenristek di tahun 2020 yang perlu mendapat perhatian Pemerintah. Diantaranya, belum berhasil mensinergikan sektor penelitian dengan sektor industri. Masing-masing sektor masih berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak tercipta produk inovasi domestik yang unggul di pasaran.
“Soal mobil Esemka, hingga hari ini ternyata zong. Rakyat hanya dikasih janji-janji palsu. Padahal kalau Pemerintah serius, bisa saja dikembangkan menjadi industri mobil nasional,” sindir Mulyanto.
Menurut Mulyanto, hingga saat ini Kemenristek belum berhasil membangun tradisi riset yang terhubung dengan tarikan industri. Pusat gravitasi pembangunan iptek masih didominasi peran Pemerintah, baik dari aspek kelembagaan, pendanaan maupun SDM.
Mulyanto memperkirakan 80% dari porsi pembangunan iptek nasional masih bertumpu pada peran Pemerintah. Sedangkan kurang dari 20% sisanya dikontribusukan oleh pihak non-Pemerintah. Piramida terbalik, di banding negara-negara maju, bahkan negara tetangga seperti Malaysia atau Thailand.
“Jika infrastruktur dan suprastruktur riset didominasi Pemerintah maka hasilnya hanya akan jadi produk ilmu pengetahuan namun tidak bisa diproduksi untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Di sisi lain, Riset vaksin merah putih juga masih merangkak. Padahal, kata Mulyanto, keberadaan vaksin sangat dibutuhkan saat ini. Alih-alih memberi perhatian besar pada percepatan produksi vaksin dalam negeri Pemerintah malah sibuk mencari vaksin impor yang efektivitas serta imunogenitasnya belum teruji.
“Kemampuan dan ketrampilan tenaga peneliti Indonesia di bidang biomolekuler juga sangat mumpuni. Sayang sekali jika Pemerintah tidak memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para peneliti untuk menghasilkan vaksin produksi dalam negeri.
Pemerintah terkesan pelit menyediakan anggaran penelitian. Anggaran penelitian vaksin lebih kecil daripada anggaran tim buzzer. Ini kan memprihatinkan,” singgung Mulyanto.
Catatan lain adalah dimuseumkannya pesawat N250 Gatot Kaca. Peristiwa ini seolah menjadi penanda Pemerintah angkat tangan mengembangkan industri dirgantara nasional.
“Hal lain yang perlu menjadi catatan, hingga saat ini adalah soal Perpres BRIN yang sampai hari ini belum diundangkan. Padahal Kementerian sudah berjalan lebih dari satu tahun. Ini kan aneh SDM dan anggaran tersedia, namun kelembagaannya tidak jelas” tandas Mulyanto.