Jakarta (30/3) – Menyikapi wacana kenaikan harga BBM jenis Pertamax, yang diberitakan telah mendapat lampu merah dari DPR, Mulyanto yang anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi PKS menyatakan ketidaksetujuannya.
Komisi VII sendiri tidak pernah membahas soal kenaikan harga Pertamax ini. Pernah dalam FGD diangkat Pertamina soal ini, namun secara umum disikapi dingin oleh anggota yang hadir.
Mulyanto, minta pemerintah konsisten dalam mengambil kebijakan terkait harga BBM dalam negeri. Selain itu sudah seharusnya kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih belum pulih benar karena diterpa pandemi Covid-19 atau kalau dalam istilah ibu menkeu, agar tidak menimbulkan market shock.
“Soal konsistensi ini penting agar kebijakan Pemerintah mudah dipahami dan mendapat dukungan publik. Contohnya terkait dengan harga Pertamax. Di awal-awal pandemi saat harga migas dunia anjlok pada titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga Pertamax.
Sekarang, saat harga migas naik, pemerintah segera mewacanakan untuk menaikan harga Pertamax. Ini kan tidak konsisten. Masyarakat pada posisi yang tidak diuntungkan,” terang Mulyanto.
Akibatnya masyarakat tidak dapat membedakan mana BBM jenis umum, mana yg BBM khusus penugasan dan mana BBM bersubsidi. Karena semua harga BBM diatur pemerintah.
Ke depan pemerintah harus konsisten terkait kebijakan BBM jenis umum, yang harganya bergerak sesuai mekanisme pasar. Biar pasar yang menentukan harga itu melalui kompetisi yang adil antara pertamina dan swasta lainnya, sehingga terbentuk harga yang fair.
Selain itu, Kenaikan Pertamax secara langsung juga akan menekan Pertalite, karena dapat diperkirakan pengguna pertamax akan beralih ke pertalite. Karena Selisih harga yg cukup lebar antara pertamax dan pertalite akan mendorong terjadinya hal tersebut.
Seharusnya Pemerintah segera membayar dana kompensasi bagi Pertamina yang selama ini tertunggak sebesar 100 triliun rupiah. Ini cara yg elegan untuk menyehatkan Pertamina.