Jakarta (8/4) – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta Pemerintah berhenti bereksperimen tentang kelembagaan riset dan teknologi (ristek). Menurutnya, sekarang sudah saatnya Pemerintah mulai bekerja mengembangkan ristek agar menjadi motor penggerak pembangunan. Jangan berkutat pada soal posisi lembaga ristek dalam organisasi Pemerintahan.
Demikian tanggapan Mulyanto atas rencana Pemerintah yang ingin melebur Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Dengan peleburan ini nantinya tugas dan fungsi Kemenristek dirangkap oleh Kemendikbud. Sedangkan kedudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sekarang berada di bawah Kemenristek akan diperluas sebagai badan otonom yang membawahi 13 kedeputian.
Mulyanto menambahkan sekarang bukan saat yang tepat untuk merombak struktur organisasi Kemenristek dan BRIN. Persoalan ini seharusnya sudah selesai begitu Presiden mengumumkan susunan kabinet.
Mulyanto mengaku heran bila sampai saat ini Pemerintah masih berpikir untuk mengubah susunan kementerian. Menurutnya ini menandakan susunan kabinet yang berlaku sekarang tidak dipikirkan secara cermat dan matang.
“Ini kan sudah masuk tahun ketiga pada periode kedua Pemerintahan Jokowi. Harusnya persoalan organisasi kementerian sudah selesai dibicarakan. Selanjutnya Pemerintah tinggal melaksanakan secara konsisten apa yang sudah direncanakan,” tegas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan perubahan kedudukan kelembagaan ristek ini sudah berkali-kali terjadi. Sebelumnya Menristek merangkap Kepala BPPT. Lalu berubah menjadi Kemenristek saja. Setelah itu berubah menjadi Kemenristek-Dikti. Kemudian menjadi Kemenristek-BRIN. Terakhir ingin diubah menjadi Kemendikbud-ristek.
Akibatnya, program ristek secara substantif menjadi terbengkalai. Padahal Perpres BRIN sudah ditandatangani Presiden. Tinggal diundangkan.
“Sebenarnya, soal kelembagaan BRIN malah sudah ada Perpres yang ditandatangani Presiden. Tinggal diundangkan. Tapi karena alasan yang tidak jelas, hingga kini berlalu 16 bulan Perpres BRIN tersebut belum dimasukan ke dalam Lembar Negara, sehingga belum dapat dijadikan payung hukum.
DPR sudah mengupayakan agar masalah ini segera diselesaikan. Beberapa pekan lalu Komisi VII DPR RI sudah mengundang Kemristek, Kemenkumham, Kemen PAN-RB untuk rapat bersama masalah Perpres BRIN ini. Tapi nyatanya tidak direspon. Yang hadir dalam rapat kerja itu hanya Kemenristek saja”, jelas Mulyanto.
Untuk itu Mulyanto minta Pemerintah berhenti berpolemik soal kelembagaan ristek ini. Ia meminta Presiden fokus pada program dan target kerja ristek ketimbang bolak-balik memikirkan struktur organisasinya saja.
“PR besar dan mendasar soal ristek nasional kita adalah bagaimana membalikkan piramida iptek dari dominasi pemerintah, menjadi dominasi sektor privat, baik aspek lembaga litbang, SDM peneliti, maupun anggarannya.
Sekarang ini dari 3 aspek tersebut peran pemerintah 80 persen dan swasta di bawah 20 persen. Di negara yang sudah maju termasuk Malaysia atau Thailand, piramidanya terbalik. Peran swastanya yang dominan menjadi pusat gravitasi pembangunan iptek”, jelas Mulyanto.
“Sudah piramidanya terbalik, anggarannya kecil dan tersebar di berbagai lembaga riset”, pungkasnya.
Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi di era Presiden SBY ini minta Pemerintah sebaiknya fokus pada kebijakan, insentif-disinsentif, dan riset dasar-frontier. Jangan berkutat pada urusan kelembagaan, sehingga terkesan yang Pemerintah lakukan adalan “Pembangunan bidang Iptek” bukan “iptek untuk pembangunan”.
“Jadi jangan heran kalau soal hilirisasi/komersialisasi iptek atau pembangunan inovasi teknologi kita tertinggal dibanding negara tetangga sekalipun,” tandas Mulyanto.