PKS: Pemerintah Harus Perlancar Aliran CPO DMO Agar Minyak Goreng Tidak Langka

Jakarta (22/2) – Setelah menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) pada komoditas crued palm oil (CPO), sebaiknya Pemerintah meningkatkan pengawasan kepada ekspotir CPO.

Hal tersebut penting dilakukan agar pasokan CPO yang merupakan bahan baku pembuatan minyak goreng (migor) ke produsen berjalan lancar.

Demikian dikatakan Mulyanto menanggapi kabar masih adanya kelangkaan migor di masyarakat.

Mulyanto mendesak Pemerintah untuk memastikan aliran CPO ke pabrik migor berjalan efektif dan lancar, sehingga tingkat utilitas industri migor terjaga tetap normal.

“Agar suplai migor dari industri kepada masyarakat tetap stabil. Sebab masalah ini yang diduga menjadi penyebab utama kelangkaan migor pasca penetapan kebijakan DMO,” kata Mulyanto.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS itu khawatir aliran bahan baku migor ini tersendat sehingga produksi dan supplai migor ke pasar domestik pun terganggu.

Faktanya, meski kebijakan DMO ini sudah berjalan tiga minggu, sejak awal Februari 2022, namun sampai hari ini persoalan kelangkaan migor di masyarakat belum hilang.

“Dilaporkan bahwa industri migor ada yang kesulitan mendapat CPO sesuai harga DMO tersebut di atas. Sehingga tidak mampu memproduksi migor seharga harga eceran tertinggi (HET) dan terpaksa mengurangi produksinya.

Juga ditemukan di beberapa daerah kasus-kasus yang diduga terjadi praktek penimbunan migor,” terang Mulyanto.

Karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintah benar-benar memelototi data ini secara intensif day to day. Tujuannya untuk memastikan bahwa kebijakan DMO CPO ini benar-benar berjalan.

“Karena ini adalah titik krusialnya kebijakan DMO CPO. Mengingat harga CPO internasional sedang tinggi, sehingga dikhawatirkan munculnya eksportir CPO nakal yang tetap ingin memaksimalkan marjin keuntungan mereka dengan tidak mengindahkam kewajiban DMO,” tukas Mulyanto.

“Pemerintah harus tegas dan konsisten untuk tidak menerbitkan izin ekspor bagi eksportir CPO yang belum menyalurkan CPO sesuai kewajiban kuota DMO. Kalau perlu dicabut izin usahanya,” imbuh Mulyanto.

Mulyanto menambahkan berkaca dari pengalaman DMO batubara, Pemerintah perlu menerapkan denda fee kompensasi yang signifikan bagi pengusaha nakal yang membandel melanggar kuota DMO CPO ini. Bahkan bila perlu dijatuhkan sanksi berat.

“DMO ini kan sebentuk sharing the pain dari para pengusaha sawit yang selama ini menikmati untung dari CPO untuk pembangunan nasional termasuk ketahanan energi,” tandas Mulyanto.

Untuk diketahui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan DMO dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi eksportir CPO. Melalui aturan ini terhitung 1 Februari 2022, produsen yang melakukan ekspor CPO diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri.

Sementara aturan DMO menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp 9.300 perkilogram dan Rp10.300 perpliter untuk olein, bahan baku produk petrokimia.

Total Views: 1553 ,
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Print

|| RILIS TERBARU

© Copyrights DR. H. Mulyanto, M.Eng