Jakarta (5/8) – Anggota Komisi VII DPR RI dari FPKS, Mulyanto, minta Pemerintah mengkaji ulang rencana penjualan saham melalui lantai bursa (IPO) beberapa anak usaha Pertamina. Menurut Mulyanto rencana go public anak usaha Pertamina itu sangat sensitif dan berpeluang melanggar Pasal 33, Undang-Undang Negara Republik Indonesia dan beberapa Undang-Undang lainnya.
Mulyanto mengingatkan BUMN Migas ini mengelola bisnis SDA strategis yang terkait hajat hidup orang banyak. Untuk itu keputusan go public harus dikaji secara cermat, bukan hanya dari sudut pandang bisnis, tetapi juga dari sudut pandang kedaulatan ekonomi nasional.
“PKS mengingatkan Pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN, agar jangan terburu-buru melepas IPO saham perusahaan subholding Pertamina. Bisnis yang dikelola subholding Pertamina bukan bisnis biasa, tapi bisnis yang terkait kebutuhan dasar rakyat Indonesia.
Jadi jangan sampai obsesi Pemerintah mendapatkan untung bagi perusahaan pelat merah, akan menjadi ancaman terhadap kepentingan bangsa yang lebih besar,” ujar anggota Komisi VII DPR RI ini.
Mulyanto menegaskan Pemerintah harus mentaati amanah konstitusi pasal 33, ayat 2 dan 3, yang menyebut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Amanah tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 4, UU No.2 Tahun 2001 tentang Migas, yang berbunyi migas adalah sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
Hal serupa dijelaskan pula dalam Keputusan MK No. 36/PUU-X/2012 tentang makna “dikuasai Negara” dalam konstitusi yaitu melalui fungsi pengaturan, kebijakan, pengelolaan, pengurusan, dan pengawasan.
Fungsi pengelolaan adalah yang utama dalama makna “dikuasai negara”.
Negara mengamanahkan BUMN untuk menjalankan fungsi pengelolaan SDA ketika Negara memiliki SDM, modal dan teknologi.
“Jadi pengertian bahwa sumber daya migas dikuasai oleh Negara mengambil bentuk “pengelolaan migas oleh BUMN”, agar sumber daya ini dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karena itu privatisasi BUMN migas melalui IPO yang berpotensi masuknya kepentingan pihak asing, bertentangan dengan semangat “dikuasai oleh Negara” dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tegas Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini mengingatkan bahwa Pasal 77, UU No. 19/2003 tentang BUMN melarang privatisasi BUMN persero yang bergerak di bidang usaha Sumber Daya Alam (ayat d).
Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Begitu juga dalam PP 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas memberikan keistimewaan kepada Pertamina untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu sepanjang saham PT Pertamina 100% dimiliki oleh Negara (pasal 5).
Sehingga kalau BUMN Migas ini diprivatisasi maka keistimewaan tersebut otomatis akan hilang.
“Jadi, memang sejak awal para founding fathers kita sudah mendesain, agar sumber daya kekayaan Indonesia yang sangat terbatas, yang terkandung dalam bumi Ibu Pertiwi, ini benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dikuasai oleh Negara dan dikelola oleh BUMN,” imbuh Mulyanto.
Dengan demikian, kata Mulyanto, sebaiknya rencana IPO Pertamina ini dibatalkan dengan mencari alternatif sumber pembiayaan lain yang lebih menguntungkan bagi pengembangan bisnis Pertamina ke depan.
“Kita juga perlu menunggu pembentukan BUMN-K (bumn khusus), yang UU-nya sedang dibahas di DPR. Karena bisa jadi, berdasarkan UU terbaru tersebut, Usaha Hulu Migas diserahkan pengelolaannya kepada BUMN-K ini. Tidak lagi di Pertamina,” tandas Mulyanto.