Pengembangan EBET Masih Lambat, PKS Minta Pemerintah Rem Operasi PLTU Baru

Jakarta (26/10) – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta Pemerintah tidak obral izin pembangunan PLTU baru. Sebab hal tersebut akan membuat kelebihan pasokan (over supply) listrik semakin besar.

“Harusnya Pemerintah melaksakanakan rescheduling operasi PLTU baru secara ketat, agar oversupply tidak semakin lebar. Tidak hanya memaksakan power wheeling, yakni inisiatif swasta dalam pembangunan EBET yang diintegrasikan ke dalam jaringan PLN,” ujar Mulyanto kepada media, Rabu (26/10/2022).

Wakil Ketua FPKS ini menyebutkan sebenarnya masalah kebijakan terkait ketenagalistrikan di Indonesia dan sumber energinya cuma ada dua, yaitu pilihan antara energi yang lebih bersih dengan energi yang lebih murah.

“Tapi masalahnya kan di tingkat Pemerintah dimana Kementerian ESDM dan PLN belum ada titik temu,” katanya.

Mulyanto melihat dari sisi regulator dalam hal ini Kementerian ESDM mendorong ke arah penggunaan sumber energi yang semakin bersih sesuai Kebijakan Energi Nasional dan komitmen internasional terhadap net zero emission di tahun 2060.

Namun di sisi lainnya, operator listrik yakni PT PLN, masih terbelit masalah surplus listrik dan tekanan klausul TOP (take or pay) dari pembangkit listrik swasta di tengah utang korporasi yang mencapai Rp 600 triliun.

Soal ini semakin rumit ketika Pemerintah kembali mengizinkan operasi PLTU baru ukuran jumbo yang membuat oversupply listrik PLN semakin lebar.

“Persoalan ini pula yang membuat kandasnya Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) karena Pemerintah tidak menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sesuai aturan Undang-Undang yang paling lambat 60 hari sejak diterimanya surat dari DPR,” jelasnya.

Mulyanto menyatakan, salah satu penyebab DIM belum juga keluar karena pihak pemerintah belum sepakat soal power wheeling yakni inisiatif swasta dalam pembangunan EBET yang diintegrasikan dalam jaringan PLN.

“DPR sendiri menginginkan Pemerintah merumuskan soal ini dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan bingkai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Mulyanto bilang, pihaknya menginginkan pemerintah mencari terobosan inisiatif strategis untuk mengembangkan sumber energi listrik yang bersih sekaligus murah. Dia menilai permasalahan inilah yang masih belum tuntas.

“Namun kalau kita harus memilih, maka energi yang murah di tengah turbulensi ekonomi dan mahalnya harga energi dunia menjadi harapan masyarakat. Ini yang harus kita pertimbangkan dan perjuangkan. Di tengah daya beli masyarakat yang masih lemah, kita masih membutuhkan energi yang murah,” tegasnya.

Untuk diketahui, Pemerintah kembali mengizinkan operasi PLTU baru untuk Commercial Operation Date (COD) sejumlah Pembangkit Listrik Bertenaga Uap (PLTU) berkapasitas besar.

Setidaknya terdapat dua PLTU yang sudah mendapatkan izin untuk beroperasi dan masuk dalam sistem kelistrikan nasional, yaitu PLTU Jawa-4 atau PLTU Tanjung Jati B berkapasitas 2 x 1.070 Mega Watt (MW) dan PLTU Jawa Tengah atau PLTU Batang berkapasitas 2 x 1.000 MW.

PLTU Tanjung Jati B (2 x 1.070 MW), COD Maret dan Juni 2022. Sementara, PLTU Batang (2×1.000 MW), COD Agustus 2022.

Sumber Foto: antara foto

Berita Pak MUL lainnya

https://www.google.com/amp/s/amp.kontan.co.id/news/komisi-vii-dpr-minta-pemerintah-cari-terobosan-untuk-pengembangan-ebt

Total Views: 2812 ,
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Print

|| RILIS TERBARU

© Copyrights DR. H. Mulyanto, M.Eng