Jakarta (25/4) – Menyusul rencana Menteri ESDM akan menaikkan impor BBM menjadi sebesar 850 ribu barel per hari (bph), terutama dari Singapura, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto menilai Pemerintah semakin tersandera oleh mafia impor migas.
Ia heran nilai impor migas nasional dari Singapura semakin hari bukan semakin berkurang tapi malah semakin meningkat. Ini merupakan kabar buruk bagi pengelolaan migas nasional.
Mulyanto minta Pemerintah jangan manut saja didikte oleh mafia migas. Harus ada upaya untuk melepas ketergantungan impor migas. Paling tidak impor migas ini harus terus-menerus dikurangi.
Untuk itu perlu adanya terobosan berarti terkait upaya pembangunan dan pengelolaan kilang minyak nasional kita.
“Sejak Orde Baru belum ada tambahan pembangunan kilang minyak baru, sementara rencana pembangunan Kilang Minyak Tuban, sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti.
Masak kita kalah dan tergantung pada Singapura, karena kita tidak punya fasilitas blending dan storage untuk mencampur BBM. Padahal sumber migas kita tersedia cukup besar dibandingkan mereka,” kata Mulyanto.
Mulyanto berharap Pemerintah baru ke depan lebih serius menyelesaikan masalah ini kalau memang ingin mengurangi defisit transaksi berjalan sektor migas serta melepas ketergantungan pada Singapura.
Singapura dan Malaysia memiliki banyak fasilitas blending dan storage yang memungkinkan untuk mencampur berbagai kualitas BBM yang diproduksi dari berbagai kilang dunia, untuk menghasilkan BBM yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.
“Karena kita tidak memiliki fasilitas ini maka kita terpaksa mengimpor BBM sesuai dengan spesifikasi kebutuhan kita dari negara jiran tersebut,” pungkas Mulyanto.
Sebagai informasi, produksi minyak nasional saat ini hanya mencapai sekitar 600 ribu barel per hari, sementara kebutuhan mencapai 840 ribu barel per hari. Kekurangan tersebut harus ditutupi melalui impor, dengan 240 ribu barel per hari berasal dari minyak mentah dan 600 ribu barel per hari dari BBM.