Fraksi PKS mengusulkan agar TAP MPRS No. 25/1966 jadi landasan dalam RUU HIP

Fraksi PKS mengusulkan agar TAP MPRS No. 25/1966 jadi landasan dalam RUU HIP

Jakarta (3/5) – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mengusulkan TAP MPRS No.25/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan

Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai bagian dari konsiderans “Mengingat” dalam landasan Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

“Draft RUU HIP ini tidak memasukkan ketentuan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai bagian dari konsiderans “Mengingat”. Disampaikan Anggota Badan Legislatif dari Fraksi PKS DPR RI Mulyanto pada hari Ahad (3/5) di Jakarta.

Mulyanto menjelaskan TAP MPRS yang masih berlaku ini sangat penting dan relevan untuk dapat melindungi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dari pengaruh faham atau ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme di tengah percaturan politik regional maupun global dalam perang dagang dan politik antara state capitalism dan corporate capitalism.

Bahwa Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP ini lebih dimaksudkan dan ditekankan pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan pada Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, sehingga secara eksplisit muncul pasal terkait dengan “Trisila” dan “Ekasila”. Dimana, 5 sila (Pancasila) diperas menjadi 3 sila (Trisila), dan kemudian diperas lagi menjadi hanya 1 sila (Ekasila), yaitu gotong-royong.

“Draft RUU HIP ini cenderung meletakkan agama sebagai instrumen pelengkap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Serta dapat ditafsirkan menihilkan sila-sila yang lain dalam Pancasila, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yang merupakan konsensus nasional para founding fathers” ujar doktor lulusan Jepang ini.

Legislator asal Banten ini juga memaparkan nilai-nilai dasar yang ada dalam Pancasila harus disampaikan secara lengkap dan utuh, sesuai dengan yang termaktub dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945; serta tidak boleh menjadi alat indoktrinasi sebagai ideologi tertutup yang mereduksi HAM, apalagi dilaksanakan dengan pendekatan security, sebagaimana yang pernah dialami di Era Orde Baru.

Mencabut dan menghapuskan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 6 terkait dengan Trisila dan Ekasila. Karena, dalam sejarah ketatanegaraan kita, sebagaimana yang terjadi dalam rapat-rapat

BPUPKI juga dalam rapat-rapat PPKI, berbagai pandangan founding father tentang trisila dan ekasila telah diperkaya dan dirumuskan dalam formula yang lebih komprehensif.

“Untuk mendapat penerimaan yang luas dari masyarakat dan benar-benar memenuhi aspirasi dari seluruh komponen bangsa, maka RUU HIP ini tidak boleh dipertentangkan antara prinsip “ketuhanan” dan prinsip “kebangsaan”, pungkas Mulyanto.

Sebagai informasi, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) ini adalah RUU inisiatif DPR RI dengan pengusul Anggota Badan Legislasi DPR RI (Baleg), yang termasuk dalam RUU Prioritas tahun 2020 dalam Prolegnas 2020-2024. RUU ini diharmonisasi dan dimantabkan dalam Panitia Kerja (Panja) RUU HIP yang dibentuk oleh Baleg DPR RI.

RUU HIP telah selesai dibahas di tingkat Panja, dan pada tanggal 22 April 2020 telah dibahas didalam Rapat Pleno Baleg DPR RI. Sekarang berada pada tahap penyiapan naskah akhir hasil Pleno Baleg tanggal 22 April 2020 untuk dibawa ke dalam Rapat Badan Musyawarah DPR RI (Bamus) untuk selanjutnya disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Total Views: 522 ,
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Print

|| RILIS TERBARU

© Copyrights DR. H. Mulyanto, M.Eng