Jakarta (3/5) – Untuk mendapat kejelasan terkait perpanjangan izin ekspor tembaga PT. Freeport Indonesia (PTFI), Komisi VII DPR RI akan memanggil Menteri ESDM untuk memberikan keterangan.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menjelasakan pemanggilan ini dinilai sangat penting untuk mengklarifikasi sejumlah hal. Termasuk tentang rencana Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) sebagai dasar hukum perpanjangan izin ekspor tersebut.
Mulyanto menyebut rencana Pemerintah memperpanjang izin ekspor tembaga punya dua dimensi inkonsistensi yang mencerminkan lemahnya Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) nasional.
Dua dimensi inkonsistensi Pemerintah itu adalah dimensi kebijakan dan dimensi bentuk hukum kebijakannya sendiri.
“Kebijakan Pemerintah yang inkonsisten ini berpotensi melanggar konstitusi yang mengamanatkan penguasaan SDA oleh negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Bila ekspor mineral mentah ini terus dibiarkan maka nilai tambah dari pengelolaan SDA akan dinikmati oleh bangsa lain. Sementara, rakyat kita hanya menerima sisa remah-remahnya saja. Ini kan mengenaskan. Negara dengan kekayaan SDA yang berlimpah, namun rakyatnya miskin, karena ekonominya bersifat ekstraktif,” terang Mulyanto.
Mulyanto menilai Pemerintah inkonsisten karena selama ini mengglorifikasi program hilirisasi SDA tetapi nyatanya menyerah terhadap desakan Freeport. Bahkan, secara langsung kebijakan Pemerintah ini menabrak UU No.3/2020 tentang Pertambangan Minerba, khususnya pasal 170A, yang melarang ekspor mineral mentah sejak bulan Juni 2023.
Selain itu, kebijakan Pemerintah tersebut juga diskriminatif dibandingkan dengan kebijakan untuk mineral lain seperti nikel, dimana ekspor bijih nikel sudah sejak lama dilarang Pemerintah.
“Yang kedua adalah bentuk regulasi yang akan dikeluarkan Pemerintah. Menteri ESDM berencana akan mengeluarkan Permen (Peraturan Menteri), sebagai dasar hukum izin ekspor mineral mentah tersebut.
Kalau ini benar, yakni dasar hukum bagi izin ekspor konsentrat tembaga ini hanya berupa Permen (Peraturan Menteri), maka ini kan aneh. Masak Undang-undang dibatalkan dengan Permen. Undang-undang hanya dapat dibatalkan dengan Undang-undang juga,” tegas Mulyanto.